Keheningan malam, rintiknya hujan menemaniku saat menunggu bus TransJakarta. Entah kenapa malam ini tak banyak orang yang lalu lalang di halte ini. Biasanya lautan manusia sudah terkumpul disini menunggu bus-bus yang datang. Oh, mungkin karena sudah jam 10 malam. Hanya nampak muka-muka penat dan rambut yang kusut tanda mereka telah menyelasaikan pekerjaan yang mungkin berat dan perlu waktu lebih.
Diantara orang-orang itu, Nampak sesosok
perempuan yang sedang tapping kartu
untuk masuk ke halte yang mukanya sudah tidak asing lagi, sepertinya aku
mengenalnya.
Lambaian tangan nya yang khas ditambah senyum
yang membuat matanya menjadi sipit, untuk beberapa saat menyakinkanku bahwa aku
sudah cukup lama mengenalnya.
“Hay
Nat…..” wanita itu mendekatiku seraya menyapa.
“Hay Sis,
Baru pulang kamu?”
“Iya
nih, lembur akhir bulan” Jawabnya mengambil posisi duduk di sampingku.
“wah
mantap nih, calon best employee of the
year” candaku.
“apapan
sih kamu…” jawabnya sembari memukul lenganku pelan.
Aku mengenal Sisca sudah cukup lama, kami memang
satu perusahaan, namun kami beda business
unit. Aku di business unit IT,
sedang dia di Finance. Sudah cukup
akrab memang. Jalan pulang yang searah, dengan moda transportasi yang sama
membuat kita menjadi dekat.
Ada perasaan aneh ketika aku didekatnya, hanya
sekedar mengobrol, atau canda tawa. Perasaan yang kadang membuat aku tersenyum
seperti orang gila ketika aku mengingat nya. Cengkrama kami sungguh membuat
beberapa orang yang ada di halte memandang cemburu. Kamipun tak
menghiraukannya, seolah halte ini milik kami berdua.
“Hey
Nat…. kok bengong sih. Kamu kenapa” Kata Sisca sembari menepuk pundak ku yang
mengagetkanku.
“Haa….
Enggak kok. Hehee” jawabku gugup diselingi ketawa kecil.
“Kok
dari tadi aku lihat, kamu gak focus sih Nat. Kenapa?” tanya Sisca serius
“Nggak
papa Sis” jawabku ngeles
“Ayo
lah cerita” paksa Sisca
Aku bingung, apa aku harus berkata jujur dan
mengungkapkan apa yang ada didalam pikiran dan hatiku. Sedari tadi hati ini bergejolak
entah kemana arah nya.
“Sis….”
Aku memandang tajam matanya.
“Ih…
kamu kenapa sih, aku jadi takut nih” jawabnya bercanda
“Sisca,
entah apa perasaan ini, ketika aku didekatmu, jantung ini berdebar, ketika aku memandangmu, ada getaran di hati ini,
ketika aku didekatmu akupun bahagia”
“Sisca,….
AKU MENCINTAI MU”.
“………………………………………………………………..”
Mata Sisca terbelalak, diam , kaku sejenak tanpa
ada sepatah kata yang keluar dari mulutnya.
Belum sempat ada kata yang keluar dari mulut
Sisca, bus yang sedari tadi kami tunggu telah datang.
“Yuk sis, bus nya sudah datang”
ajak ku ke sisca kaku.
Sisca masih terdiam membisu seribu bahasa. Berjalan
lemas di depanku. Akupun menjadi canggung dengan apa yang baru saja terjadi.
Rumah Sisca di daerah Glodok, perlu melewati 11
halte untuk sampai di rumahnya. Sedangkan rumahku hanya perlu melewati 5 halte.
Didalam bus kita saling diam walau duduk bersebelahan. Tak banyak bicara
memang, tak seperti di halte tadi atau pada saat dikantor seperti biasa.
“Sis aku duluan ya” kataku
sembari beranjak berdiri karena sudah hampir sampai halte tujuanku.
“oke Nat.” jawabnya singkat dan
tersenyum tipis.
***
Sudah 2 hari ini, saat jam makan siang tiba. Tak
ada pesan BBM masuk dari Sisca. Aku seperti kehilangan sesuatu. Seolah ada yang
hambar. Aku pun canggung untuk memulai mengirim pesan ke Sisca.
Aku hanya menatap kosong layar HP entah sampai
kapan. Atau mungkin sampai jam makan siang ku habis.
“Nat,
mau makan dimana?” tiba-tiba pesan yang sedari tadi ditunggu pun muncul.
“Jangan kerja terus, makan siang itu penting
lho” sebelum aku sempat membalas BBmnya, dia sudah mengirim pesan lagi.
“iya
Sisca. Di FX sudirman aja yuk” balasku cepat dan
tersenyum kegirangan
“Ok,
aku tunggu di lobby ya”
Aku segera merapihkan meja ku, dan bersiap turun
ke lobby. Tak lupa aku merapikan rambutku dan memakai parfum agar terlihat
lebih fresh di depan Sisca.
Keluar lift, aku melihat sisca tidak sendirian.
Ada seseorang laki-laki di sampingnya. Akupun melambaikan tangan ke Sisca untuk
memberi tanda bahwa aku sudah di lobby. Aku mendekatinya pelan-pelan.
“Hay
Nat… kenalin ini Andrew” Sisca langsung mengenalkan seseorang di sampingnya.
“Nathanael,
temen kantor Sisca” aku menyebutkan namaku sambil menyodorkan tanganku untuk
berjabat tangan.
“Hay Nathan,
Andrew calon tunangan Sisca” diapun menyambut tanganku ramah sambil menyebutkan
namanya.
Ada kesakitan yang luar biasa di dada ini,
seolah seseorang sedang menusuk tubuhku dengan samurai yang luar biasa tajam
mendengar kata itu.
“Heh nat, kok bengong… ayok
jalan” kata Sisca yang mengagetkan ku tiba-tiba.
“Iya
ini Andrew, calon tunangan aku. Kita udah 5 Bulan pacaran” Sisca mencoba
menjelaskan dengan lembut tanpa dia menyadari betapa sakitnya hati ini.
“oh ok… ayo” jawabku gugup dan
menyembunyikan kekecewaanku.
Aku berjalan di belakang mereka dengan jarak
hanya satu kaki. Aku memandang perih seolah bahwa aku tidak rela dengan apa
yang baru saja ku dengar.
Semenjak kenal dengan Sisca satu tahun yang
lalu, dia tak pernah sedikitpun menyinggung masalah tunangan ataupun hubungan
asmara. Aku sudah terlanjur nyaman dengan keadaan itu.
Mereka sungguh serasi, aku melihat dalam
sambaran petir dan hati yang terkoyak. Andrew sepertinya sungguh menyayangi
Sisca. Melihat tangan Andrew membelai mesra rambut Sisca, lalu Sisca pun
membalasnya dengan senyuman penuh arti.
Kini, aku harus menerima konsekuensinya. Sungguh
aku tak bisa mengungkapkan dan menterjemahkan apa arti dari diam yang baru saja
aku alami.
Memang…..
“Aku
mencintaimu diam-diam. Sakit memang.
Tapi, lebih
sakit jika aku mengungkapkan nya.
Lalu, kau
diam-diam menjauhiku”**
**
disadur dari puisi : Widya Putri.
Copyright2015:AKO
0 komentar:
Posting Komentar