“Heih.. Heihh….” Kata
Rio sambal ribut menepuk- nepuk bahu gue.
“Berisik
Kampret !!, apa sih” gue merasa agak keganggu dengan tingkah Rio yang sedari
tadi menepuk-nepuk bahu gue.
“Itu… yang disana” Rio
berkata sembari mata seolah menunjuk ke arah depan.
Tercengang, pertama gue menyadari bahwa
yang ditunjuk dan diributin Rio dari tadi adalah manusia yang sedang gue tatap
detik ini. Mata gue untuk beberapa detik nggak bisa berkedip (untung aja nggak
kelilipan besi). Iya itu sesosok manusia dengan tinggi semampai ber-wedges
hitam dengan outerwear berwarna merah dan rok berwarna abu-abu. Putih, sipit,
rambut lurus sebahu.
“Anjirrrrr……”
gue teriak dalam hati.
Tiba-tiba gue sadar bahwa lengan gue
agak sakit, ternyata Rio memukul lengan gue keras.
“Kampret !!!, sakit
bego !” gerutu gue.
“Lu
hampir ngeces tadi Nat” Kata Rio
membela diri.
“Siapa
dia? Anak baru ya? Baru lihat dia ikut training nya pak Ong ?, Cantik ya” Gue
mulai kepo.
“Lili Toei, commercial industry,
baru masuk 2 minggu” jelas Rio singkat.
“Nyet… lu apal banget”
“Heih Bego… dia kan
satu divisi ma gue”
“Ohh iya… ya.. Kenalin
gue dong”
“Ntar
habis training ya Nyet… sabarr. HaHaHa. Walaupun masih satu divisi sama gue,
tapi setiap gue ngelihat dia, bawaan nya gue pengen tidur bersandar dibahu nya”
Rio menunjukan kekagumannya sama Toei.
“Ah
lu Nyet…. Udah punya cewek juga, masih aja gitu lu. Kasih dong kesempatan buat
sahabat lu yang lebih ganteng 30 % dari elu ini” Gue mulai memelas sekaligus
mengakui bahwa gue nggak lebih ganteng L.
Sudah sejak kuliah, gue sama Rio sahabatan
sampai sekarang kerja, cuma bedanya sekarang kita beda divisi tapi masih dalam
satu perusahaan yang sama.
Gue akui, Rio lebih dari gue segalanya,
Dia pintar, ganteng, putih, dan wajahnya ala-ala korea. Tak heran jika dia
jarang jomblo. Semenjak kuliah banyak cewek-cewek yang memohon-mohon untuk
mendapatkan hati nya (Mungkin karena pesona ala-ala korea nya). Sedangkan gue,
sampai 1 tahun yang lalu gue juga baru bisa move on dari kisah lama gue. Dan parahnya
2 tahun sudah gue jomblo dan selalu jadi bahan bullyan empuk dikantor.
****
Gue berhasil kenalan sama Toei, berkat
bantuan Rio. Ternyata Toei orangnya asik, supel dan ramah. Ada perasaan aneh
yang muncul ketika gue dekat dengan Toei, meskipun itu hanya sekedar ngobrol
atau basa-basi. Ketika gue ngobrol ada rasa yang membuncah, rasa seperti
bahagia ketika gue dapet mobil mewah dari undian berhadiah. Matanya polos
seolah jujur memandang dunia dan selalu meneduhkan,
“Mungkin
gue jatuh CINTA”
Entah saking berapa lama nya gue jomblo
sampai gue lupa rasanya yang namanya jatuh cinta. Perasaan gue mungkin kering
kerontan, nggak ada tanaman yang tumbuh disitu. Gersang !! ya mungkin se gersang
gurun Sahara.
Namun semenjak gue kenal dengan Toei,
sepertinya gurun itu mulai terkena hujan dan berubah menjadi hutan tropis
dengan suara burung dipagi hari dan sungai jernih yang mengalir sepanjang tahun
di dalamnya.
Gue, Toei dan Rio sering jalan bersama,
makan, nonton, atau hanya ngopi di kafe sederhana hanya sekedar ngobrol. Tapi
gue merasa ada yang aneh, ketika kami ngobrol, mata Toei yang polos lebih suka
memandang Rio. Sepertinya Toei ada perasaan lebih ke Rio. Dan sekarang hubungan
Rio dengan pacarnya juga agak renggang.
“Aishh…”
Gue
mencoba menyakal pikiran negative itu.
“Toei, Lu lebih suka caramel
machiato apa grape frappucino?” Tanya gue menawarkan kopi saat kita ngopi
bareng di Djournal caffe.
“Ehmm… Gue bingung nih
Nat.”
“Nutella Blast aja,
Toei” tiba-tiba Rio menawarkan menu yang lain.
“Ehmm
Boleh tuh, kayaknya enak” dan dengan sekejap Toei langsung mengiyakan tawaran
Rio
“Lu Rio? Lu pesen apa?”
gue nawarin ke Rio
“Caramel macchiato aja
Nat, pilihan lu tadi. HaHa”
“Nyet…
Nyet… Lu nawarin Toei nutella blast lu sendiri minuman nya beda, ababil lu”
Canda gue ke Rio
“Bukan gitu Nyet, gue
lagi nggak bisa minum dingin” Rio ngasih alesan
“Ok, Gue ke kasir dulu”.
Dari depan kasir gue mencuri-curi
pandang ke Toei dan Rio. Mereka dengan lepas bercanda, ketawa kesana kemari. Gue
hanya bisa ikut tersenyum melihat keakraban mereka. Gue memang suka Toei, tapi
kalau memang sahabat gue menyukainya gue akan merelakannya. Karena suka itu tak
harus memiliki ketika memang sesuatu itu belum saatnya kita miliki. Gue juga
belum bilang ke Toei kalau gue suka sama dia. Ini bukan cinta masa SMA atau
hanya sekedar cinta biasa. Karena cinta bukan untuk dipermainkan dan bukan juga
hanya untuk mengubah status.
***
“Nathan….. Nathan…..” panggil Rio sambil berlari menghampiri gue.
“Heih… Nyettt… ngapain
lu lari-lari?. Dikejar begal lu ?” tanya gue sambil bercanda.
“Kampret lu……” gerutu
Rio sambil menyeka keringat di dahinya.
“Iya kenapa bro?.
tumben lu ke halte? Nggak bawa mobil?”
“Hahaha…
Kagak, mobil gue lagi rewel. Tungguin gue lah.kita pulang bareng. Ada yang mau
gue ceritain ke elu” kata Rio antusias
“ Wah…
apaan tuh? Bonus turun? Gaji naik?” Gue nggak kalah antusias
“Kagak Nyet… ini lebih
dari itu”
“Apa si?” gue mulai
penasaran
“Tau nggak, gue…. Gue….
Baru jadian sama Toei”
“………………………………………..”
Hening sementara dan terus terang gue shock.
“Waahhh… Selamat !” Gue
mencoba menyembunyikan raut kekecewaan.
“Kapan?” Lanjut gue
memastikan.
“3 hari setelah
terakhir kita nongkrong di djournal itu”.
Gue agak nggak percaya dengan semua
kejadian yang baru gue rasakan. Mungkin gue lagi mimpi di siang bolong terus
ketiban durian di kaki gue. Rasa sakit tapi nggak berbekas. Gue yang selama ini
memendam rasa sama Toei harus merelakan orang yang gue suka bersama dengan
sahabat gue sendiri.
Ya
memang suka nggak harus memiliki, ketika sesuatu itu belum saatnya kita miliki.
Perasaan gue ke Toei itu memang selayaknya tidak untuk diungkapkan. Karena perasaan
itu hanya bisa dipendam.
0 komentar:
Posting Komentar