Tak ada
kata maaf yang terucap dari mulut Andreas dan aku sampai beberapa hari setelah
kejadian itu. Aku sebenarnya sudah tahu wataknya dia seperti apa, Andreas akan
gengsi untuk minta maaf duluan. Begitupun dengan ku. Aku bertindak egois untuk
saat ini, aku pun tidak mau minta maaf kepada Andreas.
Seminggu,
dua minggu kita tak pernah bertegur sapa sama sekali, tak pernah menanyakan apa
yang biasa ditanyakan atau sekedar bertanya “hari
ini pekerjaan mu gimana?”. Sebenarnya itu pertanyaan rutin kita sehari-hari
setelah pulang bekerja.
Kejadian
ini akhirnya sampai ke telinga Ririn, entah berita bagaimana yang terdengar
hingga dia tiba-tiba mengirim pesan kepada ku.
“Nat, Kamu nggak capek apa, marahan terus
sama Andreas?, Ayo dong baikan”.
“Lah emang kenapa Rin, aku sama Andreas
baik-baik aja kok” balas ku pura-pura tidak terjadi apa-apa
“Nat, jangan bohong deh, kemaren aku ke
apartemen, dan kamu nggak ada. Kata Andreas, kamu pergi membawa barang-barang semua”.
“oh itu…. Aku liburan kok” balas
ku masih bercanda.
“Nat, aku serius, kalau kamu bohong terus,
aku bakal marahan sama Andreas buat selamanya”. Ancam
Ririn.
Aku
tidak bisa berkutik ketika Ririn sudah bilang seperti itu, aku nggak mau karena
masalah ini hubungan Andreas dan Ririn berantakan. Nanti apa yang dikatakan
Andreas waktu itu betulan terjadi kepadaku, dan aku menjadi perusak hubungan
orang. Aku nggak mau seperti itu.
“Oke deh Rin, nanti pulang kerja kita
ketemu aja, tapi aku mau ketemu kamu sendiri, nggak ada Andreas, nggak ada
Willy.”
“Ok Nat, ketemu di Grand Indonesia ya,
Oliver Café”.
Waduh, Oliver
café. Itukan tempat Si Anida membunuh Mirna, yang lagi rame-rame nya di tivi.
Mudah-mudahan Si Anida nggak mencoba membunuh ku. (Bayangan orang banyak tidur
siang hari) J.
Ririn,
si gadis Solo yang manja dan lembut. Apa yang menjadi kehendak dia harus selalu
diturutin. Dan yang membuat gemas para lelaki adalah tingkah manja nya. Tapi
terkadang juga menjengkelkan. Ketika sama Andreas manja nya keterlaluan,
sedikit-dikit marah. Gak boleh ini marah. Minta kesitu marah. Pernah suatu
waktu Andreas berantem sama Ririn dan Andreas menyuruh aku berbohong untuk
mengatakan kalau dia tidur di luar nggak balik ke apartemen. Kadang aku kesel
juga, kenapa aku mesti terjebak dalam drama mereka. Mereka yang drama aku yang
repot berbohong. Hal tersebut juga yang sering dikeluhkan oleh Willy. Kita
berdua sering berbohong untuk menutupi apa yang dilakukan Andreas. Tapi kami
berdua ikhlas dengan ini. Selama Andreas bahagia.
Kebetulan
Ririn dan aku berdekatan tempat kerjanya, sama-sama di daerah Thamrin beda
beberapa blok saja. Sering juga aku, Andreas dan Ririn makan siang bersama
ketika break kantor, atau sekedar ngopi sepulang bekerja sembari menunggu macet
Jakarta reda.
“Rin,
udah nunggu lama ya?” sapa ku saat sampai di Oliver café tempat kita janjian
tadi.
“Belum
kok, baru 15 menit, tadi aku ke salon dulu creambath”
“Syukur
deh kalau blm lama, takutnya kalau lama kamunya marah. Biasanya kan gitu
hehehe” kataku sambil bercanda.
“Ihhh,
apaan sih Nat…” katanya sambil memukul lenganku.
“Nathan…
aku kesel deh sama Andreas” kata pembuka dari Ririn tiba-tiba yang sudah
mengeluhkan Andreas.
“Hmmmm….
Kenapa Rin?”
“Masa,
Andreas gitu, waktu orang tuanya telpon, selalu menghindar, menjauh dari aku.
Seolah aku tuh nggak boleh tau. Aku kan sakit hati Nat, emanganya aku ini siapa?”
“ehmm….
Mungkin ada perkataan yang sangat penting yang nggak boleh kamu tau Rin.” Kata
ku mencoba membuat emosinya turun.
“Bukan
gitu Nat, yang ngeselin lagi tuh kemaren pas orang tuanya telp, masa jawabnya
dia lagi di jalan. Padahal jelas-jelas dia lagi di apartemen ku. Itu maksudnya
apa coba Nat?. menurut kamu gimana?” kata Ririn nyerocos dan bertubi-tubi
menanyakan pertanyaan yang aku sendiripun nggak tau jawaban nya.
“ehmm….”
aku kali ini bingung mau jawab apa.
“Eh,
masalah kamu marahan sama Andreas itu kenapa sih Nat?. Kata Andreas, karena
nggak sengaja HP kamu yang ditaruh dibantal sofa kebanting sama dia ya?”
“Hah?..
Andreas bilang gitu?” gue syok mendengar apa yang barusan Ririn katakan.
Andreas
dengan mudahnya berbohong sama Ririn apa yang terjadi. Mana mungkin aku marah
karena HP nggak sengaja kebanting. Demi Ririn dia rela membuat sahabatnya jelek
demi membuat dirinya bagus dimata kekasihnya. Aku masih berfikir aku salah
dengar atau Ririn yang salah dengar. Dan lebih berharap lagi Andreas tidak
berkata seperti itu.
“ehhmm…
mungkin iya Rin, Hp ku terjatuh nggak sengaja pas Andreas ambil bantal” tambahku seolah membenarkan apa yang
dikatakan Andreas ke Ririn.
“Masa
kamu pergi sih, Cuma karena masalah gitu” kata Ririn, sedikit menyalahkan ku.
“Ya
udah lah Rin, tunggu waktu aja. Nanti juga baikan kok” jawabku datar.
Tiba-tiba
HP ku berbunyi, telp dari Willy yang mengajak ku untuk menjenguk teman kerjanya
yang kecelakaan membuat aku punya alasan agak segera pergi dari café ini.
“eh
Rin, kapan-kapan lanjutin lagi yah, urgent nih, teman gue kecelakaan”.
“ohh….”
jawab Ririn agak kecewa karena menganggap semua pertanyaan dia belum terjawab
sempurna.
****
Ada
kalanya setiap kejadian akan memberikan kedewasaan pada yang menjalaninya.
Akupun berfikir begitu. Mungkin aku akan “naik kelas” dengan semua kejadian
ini. Dalam hal ini hubungan persahabatan akan pasang surut layaknya laut lepas.
Mungkin juga diantara kita tengah mengalami titik jenuh dalam menjalani
hubungan persabahatan. Namun apabila kita memang betul untuk ditakdirkan menjadi
sahabat selamanya maka waktu akan membuat semua seperti sedia kala. Tak ada
dendam atau rasa curiga dan melupakan semua yang telah terjadi.
Tuhan…. Jagalah sahabatku,
Berikan selalu jalan lurus Mu.
Agar tidak hanya tahu kemana harus bejalan,
Namun ia mampu untuk terus melangkah.
Semoga ia selalu dalam lindungan Mu..
Aamiin.**
Aku
hanya bisa berdoa, untukmu sahabatku. Bila waktu akan mengijinkan maka semua
akan kembali seperti semula. Namun sahabat, entah sampai kapan ?.
0 komentar:
Posting Komentar