Ice
Choco Forest dan Rainbow pastry menemani malam ku yang sudah agak larut disalah
satu café di sudut Jakarta. Berharap dengan minum segelas Ice Choco dan makan
sepotong kue itu bisa sedikit menghilangkan pikiran penatnya setelah bekerja
dan juga pikiran yang sedikit mengganjal belakangan ini. Melihat di luar kaca,
hujan masih menyambut dengan rintik-rintik membuat diriku makin enggan untuk
beranjak dari kursi café ini.
Aku
membaca kembali pesan yang membuat pikiran mengganjal belakangan ini .
“Gue nggak suka dengan cara lu bercanda dengan orang tua
gue seperti itu, tidak semua patut untuk
dibuat bercanda. Kalau sudah gue suruh berhenti ya berhenti. Jangan lu terusin.
Setelah lu ngomong gitu, Bokap selalu menyakan, siapa itu?, kamu sedang dimana?, pulang jam
berapa?. Beliau sekarang jadi khawatiran”
“Dan kalau mau pergi dari apartement ya
pergi saja, tapi tolong jangan rusak hubungan gue dengan Ririn. Gue sangat
mencintai Ririn dan gue nggak mau kehilangan dia untuk saat ini”.
Pesan
Whatsapp itu berkali-kali aku baca, apa aku salah dengan semua itu.
“Saat itu aku hanya bercanda dengan orang
tua nya via telp, aku rasa bukan sekali atau dua kali kita bercanda seperti
itu. Bukan kah kita bersahabat semenjak SMP hingga kita bekerja pada perusahaan
yang sama saat ini?. Kalau bukan ada sesuatu yang ditutupi tidak mungkin kau
semarah itu”. Batin ku sembari menatap embun di kaca café ini.
“Hoi
Nathan…” seseorang yang datang dan menepuk pundak ku membuyarkan lamunan itu.
“Bangke
lu Wil, Ngagetin gua aja” gerutu gue.
“Sedih
amat sih lu, kenapa dengan adik lu Andreas?, Berantem lagi? Aishh…. Lu berdua
udah kaya Kucing sama Tikus berantem terus kerjaan nya, dasar Tom and Jerry !”
Willy nyinyir
Gue,
Andreas, dan Willy sudah bersahabat semenjak SMP. Persahabatan kita dimulai
semenjak kita satu kamar di asrama. Persahabatan itu pun berlanjut hingga
kuliah disalah satu perguruan tinggi di Jogja dan sampai sekarang bekerja di
Jakarta. Namun Willy berbeda perusahaan dengan gue dan Andreas dan beda tempat
tinggal juga, karena dia tinggal bersama dengan orang tua nya, sedangkan gue
dan Andreas tinggal di Apartement yang sama karena tidak ada keluarga di sini. Persahabatan
kami sudah seperti kepompong. Susah senang kita lalui semenjak SMP hingga
sekarang. Namun antara Andreas dan Willy kedua nya tidak begitu dekat secara
emosional. Entah apa penyebabnya. Andreas kalau ada masalah orang yang pertama
dia kasih tau gue. Willy pun demikian, ketika ada masalah dia selalu terbuka
dengan gue tapi tidak dengan Andreas. Tapi kita bertiga tetap kompak. Hanya
saja gue dan Andreas sering berantem karena hal-hal sepele tapi tak berapa lama
kami baikan lagi, makanya Willy menjuluki kami berdua dengan sebutan Tom and
Jerry. Hingga suatu hari disaat itu kami berdua benar-benar berantem.
“Sebenernya
gimana sih ceritanya Nat?. Kalian berdua kan gak biasa sampai berantem separah
ini.” Tanya Willy penasaran.
“Aishh…
Gue itu curiga jangan-jangan ada cinta diantara kalian?. HaHaHa” tambah willy
dengan nada bercanda dan tertawa terbahak-bahak.
“Anying…….
Lu pikir kita ikutan trend Jakarta sekarang yang lagi musim LGBT?. HaHaHa”
Kami
berdua tertawa renyah, seolah hilang penat semua yang gue rasa saat ini. Sahabat
memang terkadang ada saat kita butuhkan
bukan saat dia butuhkan.
“Jadi,
cerita sebenernya gimana? Gue pengen denger langsung dari lu, baca Whatsapp lu
malesin panjang tulisan nya. Tau sendiri gue males baca”
“Iya
deh nyet, gue ceritain apa yang terjadi, sampai gue milih buat pergi ninggalin
Apartement”.
“Oke
siap” kata Willy sambil pasang muka serius dan mata menatap tajam muka gue.
“Nyet,
muka lu gak usah gitu juga, ntar kita dikira pasangan yang lagi nge date !”
Canda gue ke Willy.
“Cepetan
nyet cerita, serius nih”. Willy rupanya sudah tidak sabar mendengar cerita gue.
Hal
pertama yang gue lakukan, gue nunjukin hasil chat yang Andreas kirim ke gue.
Willy pun kaget melihat chat tersebut. Dia makin penasaran dengan apa yang
Andreas kawatirkan tentang gue yang merusak hubungan Andreas dengan Ririn. Sedangkan
Willy pun tahu betul dengan Ririn karena awalnya yang kenalin Ririn dan Andreas
adalah Willy. Willy pun tiba-tiba mengakui kalau dulu pernah suka sama Ririn
tapi demi Andreas, Willy pun mengalah. Memang kita berdua akui, Ririn itu
cantik bak peragawati atau artis. Tinggi, putih dan langsing, wajar bila banyak
laki-laki yang menyukai nya. Jujur gue juga tertarik dengan Ririn. Tapi itu
hanya sebatas ketertarikan antara lawan jenis. That’s All !.
“Nat,
yang masalah lu bercanda sama Bokap nya Andreas gimana cerita, kok sampai dia
marah begitu?. Bukan nya elu seringkan bercanda sama bokap nya Andreas dari
dulu. Kan kalian cukup dekat.”
“Jadi
gini Wil, waktu Bokap nya Andreas telp dia nanya ke gue gini : Nat,
kamu weekend gini nggak pergi kencan?. Ya gue jawab sambil bercanda dan
cengengesan, : Ahh enggak pak, aku mah di
rumah aja, emang Andreas. Hehehe. Trus bokap nya nanya lagi : emangnya Andreas kalau weekend kemana?. Nah gue pikir bokap nya masih bercanda, ya gue
jawab lagi bercanda : ahh tanya aja
Andreas pak, hehehe, ntar kalau aku yang jawab Andreas marah. Gue sambil
tertawa renyah, namun muka Andreas disamping gue sudah tidak mengenak kan. Muka
marah dan mata yang melotot tidak biasa itu dia keluarkan. Dan gue juga masih
menganggap dia baik-baik aja”
“Terus
nat ?” Tanya willy makin penasaran.
“Nah
Gue kan kebelet kecing tuh, jadi gue beranjak dari sofa ke kamar mandi sambil
berlalu di hadapan Andreas dengan meledeknya, tapi entah apa mungkin saking
sudah marahnya dia, dia ambil HP gue di meja lalu dilemparlah ke tembok. Dan gue
Cuma mlongo sedikit syok” gue coba menjelaskan sedetail-detailnya.
“Anjritttt….
Seriusan tuh?” Willy masih belum percaya dengan perkataan gue karena dulu
selama kita tinggal bertiga dari SMP hingga kuliah tidak pernah melihat Andreas
se Arogan itu.
“Serius
Nyet, Nih HP gue casing belakangnya retak” kata gue sambil nunjukin HP gue yang
retak.
“Aishh….
Aishh… aishh…., Tak kusangka” kata Willy sambil geleng-geleng kepala.
Saking
asiknya Willy dengerin cerita gue, dia sampai lupa kalau dari tadi dia belum
pesan minuman.
“Eh
nyet lu saking seriusnya dengerin cerita gue, sampai-sampai lu gak pesen minum
sama makan” kata gue ke Willy yang sedari tadi masih terheran-heran.
“Eh iya
gue lupa, gue tadi berasa dengerin sandiwara radio tapi ini real. HaHaHa” Canda Willy sambil tertawa keras.
Kami
mengobrol sampai larut, sampai rintik-rintik hujanpun berhenti dan jalanan
kering seolah mereka tahu dengan apa yang tadi kita bicarakan. Mungkin cerita
tentang Andreas belum selesai walau sampai café ini tutup untuk malam ini.
Aku tidak
marah ketika Andreas melempar HP ku ke tembok saat itu. Aku hanya kecewa
sesaat. Kalau HP ku sampai rusak toh Andreas bakalan ganti. Karena gue tahu dia
orang yang bertanggung jawab. Teringat dulu waktu SMP, kita main badminton tapi
Andreas belum punya raket jadi dia pinjam raket ku untuk bertanding. Dia sangat
berbakat dalam badminton, sampai saking kerasnya dia melakukan smash raket ku
bisa sampai patah jadi dua. Kejadian yang menggelikan. Saking semangatnya
Andreas sampai raketnya patah.
Aku
hanya belum bisa berfikir jernih, kenapa dia takut sekali kalau orang tuanya
sampai tahu kalau saat ini sedang menjalin hubungan dengan Ririn. Ada apa sebenarnya
?. Disisi lain dia berkata sangat mencintai Ririn, namun disisi lain dia
menutupi hubungan nya dari orang tua nya. Apakah dengan cara seperti itu
Andreas mendefinisikan cintanya kepada Ririn ?
Entah
sampai kapan…… (Bersambung)
Copyright2016:AKO
0 komentar:
Posting Komentar