Selasa, 01 Maret 2016

Sahabat, Entah Sampai Kapan ? (CERBUNG)



Ice Choco Forest dan Rainbow pastry menemani malam ku yang sudah agak larut disalah satu café di sudut Jakarta. Berharap dengan minum segelas Ice Choco dan makan sepotong kue itu bisa sedikit menghilangkan pikiran penatnya setelah bekerja dan juga pikiran yang sedikit mengganjal belakangan ini. Melihat di luar kaca, hujan masih menyambut dengan rintik-rintik membuat diriku makin enggan untuk beranjak dari kursi café ini.
Aku membaca kembali pesan yang membuat pikiran mengganjal belakangan ini .

“Gue nggak  suka dengan cara lu bercanda dengan orang tua gue  seperti itu, tidak semua patut untuk dibuat bercanda. Kalau sudah gue suruh berhenti ya berhenti. Jangan lu terusin. Setelah lu ngomong gitu, Bokap selalu menyakan,  siapa itu?, kamu sedang dimana?, pulang jam berapa?. Beliau sekarang jadi khawatiran”
“Dan kalau mau pergi dari apartement ya pergi saja, tapi tolong jangan rusak hubungan gue dengan Ririn. Gue sangat mencintai Ririn dan gue nggak mau kehilangan dia untuk saat ini”.

Pesan Whatsapp itu berkali-kali aku baca, apa aku salah dengan semua itu. 

“Saat itu aku hanya bercanda dengan orang tua nya via telp, aku rasa bukan sekali atau dua kali kita bercanda seperti itu. Bukan kah kita bersahabat semenjak SMP hingga kita bekerja pada perusahaan yang sama saat ini?. Kalau bukan ada sesuatu yang ditutupi tidak mungkin kau semarah itu”. Batin ku sembari menatap embun di kaca café ini.
“Hoi Nathan…” seseorang yang datang dan menepuk pundak ku membuyarkan lamunan itu.
“Bangke lu Wil, Ngagetin gua aja” gerutu gue.
“Sedih amat sih lu, kenapa dengan adik lu Andreas?, Berantem lagi? Aishh…. Lu berdua udah kaya Kucing sama Tikus berantem terus kerjaan nya, dasar Tom and Jerry !” Willy nyinyir

Gue, Andreas, dan Willy sudah bersahabat semenjak SMP. Persahabatan kita dimulai semenjak kita satu kamar di asrama. Persahabatan itu pun berlanjut hingga kuliah disalah satu perguruan tinggi di Jogja dan sampai sekarang bekerja di Jakarta. Namun Willy berbeda perusahaan dengan gue dan Andreas dan beda tempat tinggal juga, karena dia tinggal bersama dengan orang tua nya, sedangkan gue dan Andreas tinggal di Apartement yang sama karena tidak ada keluarga di sini. Persahabatan kami sudah seperti kepompong. Susah senang kita lalui semenjak SMP hingga sekarang. Namun antara Andreas dan Willy kedua nya tidak begitu dekat secara emosional. Entah apa penyebabnya. Andreas kalau ada masalah orang yang pertama dia kasih tau gue. Willy pun demikian, ketika ada masalah dia selalu terbuka dengan gue tapi tidak dengan Andreas. Tapi kita bertiga tetap kompak. Hanya saja gue dan Andreas sering berantem karena hal-hal sepele tapi tak berapa lama kami baikan lagi, makanya Willy menjuluki kami berdua dengan sebutan Tom and Jerry. Hingga suatu hari disaat itu kami berdua benar-benar berantem.

“Sebenernya gimana sih ceritanya Nat?. Kalian berdua kan gak biasa sampai berantem separah ini.” Tanya Willy penasaran.
“Aishh… Gue itu curiga jangan-jangan ada cinta diantara kalian?. HaHaHa” tambah willy dengan nada bercanda dan tertawa terbahak-bahak.
“Anying……. Lu pikir kita ikutan trend Jakarta sekarang yang lagi musim LGBT?. HaHaHa”
Kami berdua tertawa renyah, seolah hilang penat semua yang gue rasa saat ini. Sahabat memang terkadang  ada saat kita butuhkan bukan saat dia butuhkan.
“Jadi, cerita sebenernya gimana? Gue pengen denger langsung dari lu, baca Whatsapp lu malesin panjang tulisan nya. Tau sendiri gue males baca”
“Iya deh nyet, gue ceritain apa yang terjadi, sampai gue milih buat pergi ninggalin Apartement”.
“Oke siap” kata Willy sambil pasang muka serius dan mata menatap tajam muka gue.
“Nyet, muka lu gak usah gitu juga, ntar kita dikira pasangan yang lagi nge date !” Canda gue ke Willy.
“Cepetan nyet cerita, serius nih”. Willy rupanya sudah tidak sabar mendengar cerita gue.

Hal pertama yang gue lakukan, gue nunjukin hasil chat yang Andreas kirim ke gue. Willy pun kaget melihat chat tersebut. Dia makin penasaran dengan apa yang Andreas kawatirkan tentang gue yang merusak hubungan Andreas dengan Ririn. Sedangkan Willy pun tahu betul dengan Ririn karena awalnya yang kenalin Ririn dan Andreas adalah Willy. Willy pun tiba-tiba mengakui kalau dulu pernah suka sama Ririn tapi demi Andreas, Willy pun mengalah. Memang kita berdua akui, Ririn itu cantik bak peragawati atau artis. Tinggi, putih dan langsing, wajar bila banyak laki-laki yang menyukai nya. Jujur gue juga tertarik dengan Ririn. Tapi itu hanya sebatas ketertarikan antara lawan jenis. That’s All !.

“Nat, yang masalah lu bercanda sama Bokap nya Andreas gimana cerita, kok sampai dia marah begitu?. Bukan nya elu seringkan bercanda sama bokap nya Andreas dari dulu. Kan kalian cukup dekat.”
“Jadi gini Wil, waktu Bokap nya Andreas telp dia nanya ke gue gini  : Nat, kamu weekend gini nggak pergi kencan?. Ya gue jawab sambil bercanda dan cengengesan, : Ahh enggak pak, aku mah di rumah aja, emang Andreas. Hehehe. Trus bokap nya nanya lagi :  emangnya Andreas kalau weekend kemana?.  Nah gue pikir bokap nya masih bercanda, ya gue jawab lagi bercanda : ahh tanya aja Andreas pak, hehehe, ntar kalau aku yang jawab Andreas marah. Gue sambil tertawa renyah, namun muka Andreas disamping gue sudah tidak mengenak kan. Muka marah dan mata yang melotot tidak biasa itu dia keluarkan. Dan gue juga masih menganggap dia baik-baik aja”
“Terus nat ?” Tanya willy makin penasaran.
“Nah Gue kan kebelet kecing tuh, jadi gue beranjak dari sofa ke kamar mandi sambil berlalu di hadapan Andreas dengan meledeknya, tapi entah apa mungkin saking sudah marahnya dia, dia ambil HP gue di meja lalu dilemparlah ke tembok. Dan gue Cuma mlongo sedikit syok” gue coba menjelaskan sedetail-detailnya.
“Anjritttt…. Seriusan tuh?” Willy masih belum percaya dengan perkataan gue karena dulu selama kita tinggal bertiga dari SMP hingga kuliah tidak pernah melihat Andreas se Arogan itu.
“Serius Nyet, Nih HP gue casing belakangnya retak” kata gue sambil nunjukin HP gue yang retak.
“Aishh…. Aishh… aishh…., Tak kusangka” kata Willy sambil geleng-geleng kepala.

Saking asiknya Willy dengerin cerita gue, dia sampai lupa kalau dari tadi dia belum pesan minuman. 

“Eh nyet lu saking seriusnya dengerin cerita gue, sampai-sampai lu gak pesen minum sama makan” kata gue ke Willy yang sedari tadi masih terheran-heran.
“Eh iya gue lupa, gue tadi berasa dengerin sandiwara radio tapi ini real. HaHaHa”  Canda Willy sambil tertawa keras.

Kami mengobrol sampai larut, sampai rintik-rintik hujanpun berhenti dan jalanan kering seolah mereka tahu dengan apa yang tadi kita bicarakan. Mungkin cerita tentang Andreas belum selesai walau sampai café ini tutup untuk malam ini.
Aku tidak marah ketika Andreas melempar HP ku ke tembok saat itu. Aku hanya kecewa sesaat. Kalau HP ku sampai rusak toh Andreas bakalan ganti. Karena gue tahu dia orang yang bertanggung jawab. Teringat dulu waktu SMP, kita main badminton tapi Andreas belum punya raket jadi dia pinjam raket ku untuk bertanding. Dia sangat berbakat dalam badminton, sampai saking kerasnya dia melakukan smash raket ku bisa sampai patah jadi dua. Kejadian yang menggelikan. Saking semangatnya Andreas sampai raketnya patah.
Aku hanya belum bisa berfikir jernih, kenapa dia takut sekali kalau orang tuanya sampai tahu kalau saat ini sedang menjalin hubungan dengan Ririn. Ada apa sebenarnya ?. Disisi lain dia berkata sangat mencintai Ririn, namun disisi lain dia menutupi hubungan nya dari orang tua nya. Apakah dengan cara seperti itu Andreas mendefinisikan cintanya kepada Ririn ?

Entah sampai kapan…… (Bersambung)

Copyright2016:AKO







0 komentar:

Posting Komentar

 
;